10.KONFLIK AHMADIYAH DI INDONESIA
Peristiwa
yang baru terjadi adalah konflik antara umat Ahmadiyah sebagai salah satu
bentuk aliran/ ajaran agama baru dengan umat muslim Indonesia. Yang berakibat
besar pada keamanan dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Ahmadiyyah atau sering juga ditulis dengan Ahmadiyah,
merupakan salah satu gerakan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad
(1835-1908). Ajaran ini lahir pada tahun 1889 disebuah kota kecil yang bernama
Qadian di Negara bagian Punjab, India. Para pengikut Ahmadiyah yang disebut dengan Ahamadi atau Muslim
Ahmadi, terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama ialah “Ahmadiyah
Muslim Jamaat” (jamaat Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia
membentuk organisasi bernama Jamaat Ahmadiyah Indonesia, yang berbadan
hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Kelompok kedua ialah “Ahmadiyah Anjuman
Isha'at-e-Islam Lahore" (Ahmadiyah Lahore). Pengikut kelompok
ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia yang
berbadan hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah
satu organisasi keagamaan internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185
negara di dunia. Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu
organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di
174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika
Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia
lebih dari 150 juta orang. Ajaran Ahmadiyah telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1925 di mulai dari
provinsi Sumatra Utara. Yaitu adanya pemuda muslim Indonesia yang menuntut ilmu
di India, tepatnya di daerah di mana ajaran Ahmadiyah berkembang. Dengan adanya
hal tersebut, banyak pemuda Indonesia yang di ajak bergabung dan ikut ke dalam
ajaran tersebut. Namun, sejak tahun 1980 Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan
bahwa ajaran Ahmadiyah adalah sesat. Dan ditegaskan kembali pada tahun 2005
oleh MUI bahwa “ ajaran Ahmadiyah baik golongan Qodiyani maupun Lohore
keluar dari ajaran Islam, sebagai ajaran sesat dan menyesatkan”. Hal ini terjadi karena ajaran Ahmadiyah tersebut
memiliki bentuk ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran yang terkandung
dalam Al-Quran. Yaitu adanya pengakuan Mirza Ghulam
Ahmad sebagai seorang mujaddid (pembaharu) dan
seorang nabi yang tidak membawa syariat baru. Mengimani bahwa “Tadzkirah”
yang merupakan kumpulan sajak buatan Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab
sucinya dan berkedudukan sederajat dengan Al-Quran sebagai kitab suci
dari nabi Muhammad SAW. Dan mengimani bahwa Rabwah dan Qadian
di India adalah tempat suci sebagaimana Mekah dan Madinah. Serta
bentuk-bentuk ajaran lainnya yang sangat bertentangan dengan ajaran yang
terkandung dalam kitab suci Al-Quran. Pertentangan pun terjadi antara umat muslim (islam) dengan umat jemaat
Ahmadiyah. Pelarangan dan pemutusan secara hukum terhadap ajaran Ahmadiyah
tidak menjadikan para penganut ajaran Ahmadiyah tersebut menghentikan kegiatan
ajaran keagamaan, namun menghiraukan saja kondisi tersebut. Hingga pada
akhirnya sering terjadi konflik dan pertikaian antara umat muslim Indonesia
yang tergabung dalam front pembela islam Indonesia dengan jemaat Ahmadiyah.
Pengrusakan, penghancuran, penganiayaan, perampasan segala bentuk benda dalam
kegiatan peribadatan sering kali terjadi. Sampai terjadinya pertumpahan darah
didalam konflik tersebut, baik dari pihak Ahmadiyah sebagai pemicu konflik dan
juga pihak muslim Indonesia. Ketegangan-ketegangan terus terjadi Karena umat
Ahmadiyah tetap saja bersikukuh terhadap pendiriannya, yaitu tetap menjalankan
kegiatan keagamaan di dalam masyarakat. Meskipun berdasarkan atas nama
Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Luar Negeri, dan Jaksa Agung
Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama,
yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya
yang bertentangan dengan islam, dan merujuk para umat jemaat Ahmadiyah untuk
kembali ke dalam ajaran Islam yang hakiki dan sejati. Namun, segala bentuk konflik yang terjadi antar umat beragama dapat dicegah
dan dihentikan. Yaitu adanya pembinaan baik organisasi dan masyarakatnya agar
siap menerima perbedaan dan tidak memaksakan keyakinan. Selalu melakukan
menyelesaikan konflik ketegangan dengan jalur hukum secara tuntas.
Mengoptimalisasikan SKB (Surat Keputusan Bersama) dengan membuatkan
Undang-Undang baru terkait bentuk ajaran-ajaran baru (Ahmadiyah) atau aliran
sesat yang kerap kali menjadi pemicu konflik. Dan membuat dialog-dialog untuk
kepentingan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang bagi kerukaunan
beragama. Diutamakan dialog yang difasilitasi oleh pemerintah. Dan dengan
kesadaran pribadi tidak melakukan tindakan anarkis terhadap sesama dan mematuhi
setiap keputusan hukum yang keluarkan oleh pemerintah berkaitan dalam kehidupan
bermasyarakat dan beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar